Celoteh Ruli Rukmana Sakti - Setangkai Mawar Dini Hari

Sumber Foto: Dribbble.com


Bersama gitar ini kualunkan senandung bait tentang hitamnya dunia. Tak terasa lintasan waktu kian pudar dan terus membiru. Dini hari yang tak pernah kuinginkan sama sekali. Terkutuklah segala senyap yang menenangkan diri. Hinalah mereka yang lelap membatu ketika mawarku tumbuh tak kenal jemu. Durjana.

Mawarku kian meranum. Semerbak wanginya penuhi seluruh sudut kamar tidurku. Mawar terindah yang tak bisa kau dapatkan dimana pun juga. Mawarku yang merah. Mawarku yang manis.

Percayalah kawan, tak akan bisa kau ambil mawar ini dariku. Akarnya hanya akan tumbuh pada tiap petikan gitarku. Daunnya kian merekah saat terpapar rangkaian kata yang keluar dari mulutku.

Seperti mawar lain yang ada di dunia, mawarku kaya akan duri. Dia tak hanya memberi luka, namun kerap kali menyengat jika kau dekati. Mawarku yang manis. Mawarku yang indah.

Tepat pada hari ini. Saat dini hari tiba, entah mengapa mawarku kian mempesona. Saat dimana kesunyian membaur dengan kepahitan dan busuknya sebuah cita. Seakan bumi tengah terlelap dengan segala harapannya. Mawarku kian merona. Tumbuh subur oleh rangkaian sumpah serapah yang sarat akan keputusasaan. Mawarku tampak lebih indah dari biasanya.

Dini hari kali ini memanglah berbeda. Kepulan asap nampak beradu. Lengkingan nada kian mendaki. Dini hari sebelumnya tak pernah kutemui mawarku seperti ini. Apakah mungkin rangkaian kata yang terucap dan lengkingan nada yang bergema mempengaruhinya?

Mawarku berevolusi dengan segala elegi yang menyertainya. Rangkaian kata manis penuh harapan yang kupupuk tiap hari nampaknya tak cukup ampuh untuk membuatnya sesubur dan semerah ini. Merah kental yang tak pernah kulihat sebelumnya terpampang jelas di depan mataku. Begitu indahnya. Begitu manisnya.

Kuurungkan segala niat untuk memberikan mawar ini kepada siapapun. Termasuk kepada dia yang telah memberikan bibit mawar ini sekalipun. Dia yang telah memberikan secercah alasan kepadaku untuk merawat mawar ini sepanjang waktu. Sirnalah semua. Tak akan kuberikan padanya.

Cukuplah diriku yang menikmatinya. Mawar yang penuh dengan kebencian dan dibaluti duri keputusasaan. Mawar yang kuoles dengan alunan rasa sesal yang tiada satu orang pun dapat membayangkannya. Tak sudi kuberbagi atasnya.

Lagi pula, tak ada orang lain yang dapat merawatnya. Mawar itu akan menjadi sumber bencana yang dengan sekejap mata dapat merusak seluruh organ tubuhmu secara berkala. Matamu akan terus menangis tak kuat menahan kilaunya. Peluhmu akan mengucur deras karena tak sanggup menerima semerbak wanginya. Dan pada puncaknya, ragamu akan membatu saat menerima sengatan durinya.

Mawarku yang sendu. Mawarku yang lucu. Ingin rasanya kunikmati tiap jengkal pesona dan ranumnya mawarku itu tanpa adanya lagi sekat. Kucari cara agar dirinya tak terpaut oleh ruang dan waktu. Kubongkar kembali berbagai perkakas aneh yang telah kupendam lama di gudang rumahku. Kotak kaca yang kusimpan selama ini nampaknya cocok untuk mawar kesayanganku.

"Segala hal yang ada di dalam kotak kaca ini akan tetap abadi."

Tak masuk akal bukan? Setidaknya saat ini kupercaya pada tulisan kecil yang terpampang jelas pada kotak kaca itu. Kotak kaca usang yang sejak lama kusimpan untuk sebuah hal terindah yang ada dalam hidupku. Ku ingin mawarku abadi. Ku ingin menikmatinya tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Bahkan, hukum alam pun tak sanggup menyentuhnya. Mawar merahku yang manis. Mawar merahku yang abadi.

Kusimpan mawar merahku dalam kotak kaca yang usang itu. Kutempatkan pada sudut terbaik kamar tidurku. Dan tak terasa, segala keputusasaan ini cukup melelahkan ragaku. Kupandangi mawar merahku yang ranum itu dengan tatapan lembut yang tak pernah kuberikan pada siapapun.

Dini hari mulai berganti. Sang fajar mulai menampakkan jati diri. Lambat laun kesunyian kian menghilang. Tubuhku kian melayu seiring datangnya keramaian. Pandanganku mulai meredup. Hitam mendominasi. Rasa kaku mulai merajai. Kaki dan tangan rasanya sudah tak lagi kumiliki. Gelap.

Namun, mawarku tetap dapat kubayangkan. Mawar yang hanya tercipta untuk diriku seorang. Mawarku yang merah. Mawarku yang indah. Abadi.



Ruli Rukmana Sakti
Semarang, 24 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.