Celoteh Syams Sajdah - Generasi Milenial Indonesia Emas 2045

Sumber Foto: Ruli Rukmana Sakti


Indonesia. Negara dimana mengalirnya darah perjuangan, darah pejuang. Indonesia adalah Negara yang besar. Bermacam suku bangsa ada di sini. Setidaknya ada 600 lebih suku di Indonesia serta 600 lebih bahasa daerah di Indonesia. Tak hanya sampai disitu, Indonesia juga memiliki 17.000 lebih pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai dengan Merauke. 

Merupakan sebuah kekuatan yang besar sebagai elemen sebuah bangsa. Tentu kita sama-sama tahu Nusantara jilid satu yang kita kenal sebagai kerajaan Sriwijaya, yang kurang lebih selama 5 abad mampu menyatukan Nusantara dalam satu kekuasaan. Kerajaan yang berpusat di Sumatera. Lalu ada Nusantara jilid 2 yang kita kenal dengan kerajaan Majapahit yang kurang lebih satu abad menguasai Nusantara dalam satu kekuasaan.

Dan setelah kemunduran dan keruntuhan Majapahit itu, kemerosotan mulai datang di tanah Nusantara. Kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara dan bagian Nusantara lainnya saling berebut kekuasaan, menjadi raja-raja yang ada dalam wilayah kecil dari yang sebelumnya.

Itulah kemunduran Nusantara, setelah perpecahan terjadi. Lalu bangsa Eropa silih berganti menguasai wilayah Indonesia. Hal ini tak lain karena hilangnya kekuatan di Nusantara. Hilangnya kekuatan militer untuk mempertahankan Nusantara. Sayangnya, mimpi itu terwujud. Suatu mimpi buruk yang lebih menakutkan dan memang benar-benar terjadi adalah hilangnya rasa persatuan, mengembangkan rasa ingin menang sendiri, sibuk dengan jengkal-jengkal tanah saudara sendiri, hingga menumpahkan darah bangsa sendiri. 

Hingga bangsa Eropa mampu menancapkan kekuasaannya ber abad-abad di Nusantara. Dalam tidurnya itu bangsa Indonesia tentu masih berhak mengenang masa lampau, masa persatuan, masa masih memiliki kekuatan, masa dimana kita masih berkuasa di tanah sendiri, tanah bangsa Indonesia.

Nusantara jilid satu ataupun dua, Sriwijaya maupun Majapahit kiranya mampu menguasai Nusantara ini dengan Militer yang kuat. Maritim yang tersohor. Negara maritim yang disegani dari bumi belahan selatan. Dalam hal kekuatan yang demikian ini, kiranya kita memang harus mampu mendudukkan diri, sebagai pemuda Indonesia untuk selalu mendukung kekuatan itu. Ditunjang dengan sinergi yang baik dan kesadaran yang baik pula tentunya.

Kekuatan yang demikian besar lainnya adalah rasa persatuan. Kesadaran ini yang memang merupakan sebuah beban berat bagi kita, pemuda Indonesia saat ini. Generasi milenial yang hidup ditengah arus globalisasi yang begitu deras dan hampir tidak mungkin kita lewati. 

Rasa persatuan dan ke-Indonesia-an yang harusnya tetap kita miliki menjadi pekerjaan rumah bagi pemuda Indonesia saat ini. Bergerak untuk sadar. Menyadari dengan sadar dan menyikapi dengan bijak arus globalisasi yang terjadi saat ini. Kita memang berbeda, namun dengan adanya perbedaaan tersebut harus diolah menjadi semangat sebangsa yang selalu kita jaga, kita rawat, kita sesuaikan dengan keadaan zaman. Kita juga dapat bercermin dari generasi masa lalu bangsa kita sendiri, ataupun bahkan dari bangsa lain tentang betapa pentingnya persatuan ini.

Mari kita bedah bersama. Majapahit, tentu kita sama-sama tahu kata “Paregreg”. Perang Paregreg adalah suatu perang saudara yang melanda Kerajaan Majapahit. Salah satu kerajaan maritim terbesar di belahan bumi selatan pada zamannya itu dapat runtuh dikarenakan perang saudara. Keinginan untuk berkuasa. Perpecahan yang nyata.

Mari kita loncat ke zaman perjuangan. Zaman dimana Budi Utomo hadir dengan semangat para pemuda akan persatuan. Salah satu cikal bakal kemerdekaan Indonesia. Kita juga dapat menelisik dalam detik-detik menuju Proklamasi 17 Agustus 1945. Peran pemuda dan semangat persatuan memiliki peran yang sangat vital dalam keadaan kala itu. Rengasdengklok menjadi buktinya. Peran-peran pemuda yang demikian harusnya tak boleh kita lupakan bersama. 

Dalam menyambut 2019 ini, tahun politik yang terasa menjadi semakin hangat, dengan keadaan bangsa Indonesia yang demikian, dengan calon-calon yang sama-sama kita tahu bersama. Terlebih dengan calon presiden yang sama dengan edisi pemilihan presiden pada masa jabatan sebelumnya, dan dengan hanya terbagi menjadi dua kubu seolah tidak ada piham penengah diantaranya. Hal ini seolah membuat kita menjadi hanya berwarna hitam dan putih. Mari kita bertanya-tanya, apakah hanya dengan guncangan seperti ini benar-benar bisa mengancam keutuhan Nusantara? Barangkali memang terlihat sederhana dan simpel, akan tetapi kita juga harus tersadar tentang masa-masa tedahulu, ancaman serta pekerjaan besar memang selalu ada.

Tahun 2019 ini Indonesia baru memasuki dasawarsa ke 8, atau kita berdiri sebagai Negara Indonesia belum genap 80 tahun. 2019 ini akan menjadi semacam perlambang naik kelas bagi bangsa Indonesia. Apakah kita akan tetap terpecah dengan mengatasnamakan golongan masing-masing? Bukan tidak mungkin itu terjadi.

Menjadi sebuah tantangan Negara yang belum memasuki 100 tahun. Kita harus mengingat bahwa kita belum, setidaknya belum terbukti mampu berdiri lebih dari 100 tahun. Bukan pesimistis tapi memang itulah keadannya saat ini. Sriwijaya dan Majapahit yang dengan kekuatan militer maritim yang begitu besar pun dapat runtuh karena hilangnya rasa persatuan.

Pemuda Indonesia, generasi milenial saat ini adalah harapan, tumpuan bagi Bangsa, Negara Indonesia dalam menyongsong 100 tahun kemerdekaan Indonesia 2045 nanti, generasi-generasi emas yang memang harus dilahirkan jika bangsa Indonesia mampu naik kelas pada 2019 ini. 

Peranan penting yang akan kita ambil tak kurang dari kepemimpinan, pemangku kebijakan, penggerak roda perekonomian yang berkepastian dan memiliki manfaat. Mewujudkan tegaknya hukum, berlangsungnya sebuah riset yang maju, tentramnya sebuah tatanan, bukan hanya sekedar cara tapi tentang tumbuhnya pemikiran pembaharu demi terciptanya cita-cita yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, perdamaian dunia. 

Sebagai sebuah generasi yang dirancang untuk menyambut Indonesia emas 2045 hendaknya memang kita berdiri sebagai pemuda yang berdiri sesuai dengan prinsip-prinsip yang adil dan baik. Harus mampu berdiri pada prinsip untuk adil terhadap diri sendiri maupun orang lain. 

Baik dengan berpedoman pada suatu hal yang baik yang memang pada hakikatnya telah tertanam dalam naluri kita sebagai manusia, dalam nurani kita sebagai manusia adalah suatu yang baik, tentang adanya pemikiran-pemikiran yang membuat kebaikan itu goyah yang memang harus dan seharusnya kita lawan, kita harus mengikis adanya ada ketidakadilan.

Kejujuran sebagai landasan utama, dan dengan semangat serta energi muda yang perlu dengan bijak dipergunakan.

Arus globalisasi sebagai tren yang ada di dunia saat ini memang sebuah kemajuan yang luar biasa. Setidaknya dalam 100 tahun terakhir perkembangan begitu pesat dalam teknologi. Tumpuan-tumpuan prinsip yang harus diperkokoh sebagai seorang pemuda, dalam sebuah kutipan dari Tan Malaka, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Berpegang teguh pada prinsip yang memang benar-benar baik.

Tidak boleh kita gadaikan kepentingan bangsa ini, Indonesia yang agung ini hanya untuk kepentingan sebagian dari kita. Apalagi mengunggulkan golongan kita sendiri yang berdasarkan entah itu suku maupun agama. Kepentingan berdirinya sebagai suatu bangsa dan semangat persatuan yang harus selalu terjaga, untuk menghindari kemunduran seperti masa-masa yang silam. 

Dalam masa silam misalnya, setelah keruntuhan Majapahit yang besar itu dan dengan berdirinya kekuasaan-kekuasaan kecil yang berdiri sendiri-sendiri. Kita harus melihat kenyataan bahwa memang setelah itu kita begitu rapuh. Terlebih pada masa awal masuknya bangsa Eropa untuk berdagang di Nusantara dengan semangat 3G Gold, Glory, Gospel nya.

Sebenarnya kemajuan teknologi dalam Nusantara pun tak benar-benar tertinggal jauh, dalam militer misalnya, kita sekarang terlalu di nina bobokkan dengan sejarah yang bertumpu pada hanya kesaktian-kesaktian tenaga dalam yang tak masuk akal. Walaupun ghaib itu ada, tapi bukan seperti itu cara untuk mendidik sebuah generasi yang maju.

Kenyataan bahwa dalam media kita sekarang pun kita masih di nina bobokkan dengan kemampuan keris ampuh misalkan. Walaupun memang kekuatan ghaib ada tapi bukan seperti itu, tidak seharusnya dikatakan demikian. Pada masa Majapahit, pada masa jayanya pasti pun sudah ada senjata yang memang benar-benar mumpuni yang tidak hanya semacam keahlian pedang semata.

Dengan kekuasaan-kekuasaan kecil yang berdiri di Nusantara saat itu dan dengan keinginan dan mengutamakan kepentingan-kepentingan kerajaan sendiri dengan seperti itulah bangsa Eropa mulai masuk sedikit demi sedikit hingga mengakar kuat di bumi Nusantara dan membuat bangsa Indonesia tidur dangat lama. 

Juga pun harus mengingat dan tak mungkin tidak ada pada masa dulu pada masanya suatu keinginan atau semangat persatuan itu, kita harus sadar dan mengerti tak mungkin tidak ada semangat persatuan itu. Misalnya pada penyerangan Adipati Unus, putra mahkota Demak pada saat menyerang bangsa Eropa di malaka, bukan hanya pasukan Demak yang ada dalam pasukan itu, tetapi kerajaan-kerajaan lain pun juga turut serta dalam peristriwa itu.

Walaupun memang pada kenyataannya tidak berhasil melakukan apa yang menjadi tujuaannya, tetapi kenyataan bahwa semangat persatuan itu ada, maka di zaman sekarang yang sebagian besar dari kita pemuda Indonesia telah tersentuh oleh pendidikan dan seharusnya memang terpelajar. Kita harus yakin dan penuh semangat untuk menyongsong, berdiri pada pos masing-masing dengan melakukan yang terbaik. 

Dan tak boleh terulang lagi untuk jatuh dalam lubang yang sama 2 kali, kita harus tetap mengingat sejarah seperti kata Presiden pertama kita dalam pidatonya tahun 1966 “Jasmerah” Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, tentu kita semua tahu tentang itu. Dalam semangat persatuan pun dalam mencapai sebuah persatuan sudah tentu ada ganjalan-ganjalan, rintangan-rintangan untuk mencapai tujuan itu, salah satu yang paling menakutkan di dalamnya adalah penghianatan, sudah berkali-kali dalam sejarah dimanapun, salah satu sebab keruntuhan adalah penghianatan ini. 

Walaupun seperti itu layaknya kita tetap optimis dalam melihat hari depan. Sebagai pemuda Indonesia generasi milenial harus dengan bijak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, dengan sebaik-baiknya, menulis sejarah emas, abadi yang akan dikenang sepanjang masa. Kita pemuda Indonesia, generasi milenial harus bisa menuju tercapainya Indonesia emas 2045. Ingat ini baru abad pertama.



Syams Sajdah
Semarang, 21 Februari 2019

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.